YouTube lebih (bahaya) dari TV?

Eli Lisnawati
3 min readFeb 25, 2021

--

“Sayangnya algoritma gabisa bedain mana yang baik dan mana yang buruk.”

Selesai nonton videonya skinnyindonesian24, jadi mikir keras gitu. Ada beberapa hal sama yang sedari dulu juga aku pikirin dan penasaran. Waktu itu lagi booming banget, “YouTube lebih dari TV.” Dan aku ada diantara keduanya — YouTube dan TV. Iya, jadi karyawan televisi masa kini dan jadi team digitalnya, which is handle YouTube juga. Aku mendapatkan dua perspektif berbeda jadinya.

source: instagram.com/folkative

Di video YouTube Lebih Dari TV-nya skinnyindonesian24, memperlihatkan beberapa point of view mulai dari penonton, the headquarter, pengiklan dan konten kreator. Dari setiap angle tersebut, sebenarnya membahas hal yang berat tapi dikemas ringan dan analoginya mudah dimengerti.

Dari yang aku dapet after nonton sih, begini:

Kaya yang ada di The Social Dilemma? Haha. Ya gitu, sistem yang dibangun ujung-ujungnya bisnis, politik dan kekuasaan.

Oke, balik lagi ke dua perspektif yang aku dapet tadi. Aku bekerja di sebuah televisi yang bukan hanya menawarkan FTA tapi juga merambah digital. Social media presence pasti. Salah satu yang dihandle adalah YouTube. Program-program yang tayang di on air, setelah selesai dalam hitungan menit langsung diupload ke YouTube. Ada pergeseran habit juga sih disini. Dimana kita bisa menonton program TV kapan dan dimana aja, tanpa harus takut ketinggalan. Bisa diulang-ulang, iklannya sebentar, malah bisa diskip juga. Jadi habit baru: nonton TV di YouTube.

Impactnya? Views sama subscribers banyak. Dapet revenue dari monetisasi. Salah satu platform buat promo. Bikin konten-konten eksklusif di YouTube. Channel YouTube jadi growing. Tapi disisi lain, itu berdampak ke rating. Pada dasarnya, yang dijual sebuah televisi ke client agar mau placement adalah rating dan share. Adanya pergeseran — nonton TV di YouTube — tadi mengalihkan attention sehingga lebih memilih nonton di YouTube. Belum lagi, ada banyak public figure yang biasa tampil di TV shifting ke YouTube dan akhirnya produksi konten sendiri — yang mana konten TV dibawa ke YouTube. Ada juga program TV yang menayangkan video-video dari YouTube yang dicompile jadi satu tema berkaitan. Jadinya: nonton YouTube di TV.

Jadi, YouTube lebih dari TV? Secara konten, pastinya punya kebebasan, keleluasaan dan setiap orang bisa jadi konten kreator. Kalo secara sistem sih, ya kurang lebih sama kaya point of view tadi. Headquarter — Production Team — Penonton — Client. Attention penonton yang ‘dijual’. Dan production team yang bisa jadi ‘goyah’ demi rating tinggi. Sama-sama bisa menjadi media informasi bahkan sampai menggiring opini. Tapi, YouTube lebih berbahaya dari TV? Kalo dari segi keamanan data sih iya. Bukan cuma YouTube sih, semua media sosial seperti itu. Intinya: penonton yang termakan video, kreator yang terpengaruh algoritma, brand yang hanya mementingkan profit dan YouTube yang memfasilitasi dan membiarkan semua ini terjadi. Ada satu part yang jadi favorit dari kata-kata Kajo: “Sayangnya algoritma tuh gabisa bedain mana yang baik dan mana yang buruk.”

--

--